Selasa, 19 Juni 2012

Orang Miskin Dilarang Sekolah ??

                                                          
LABELISASI SEKOLAH:
“ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH ?”

Gambaran pembangunan pendidikan yang tertuang dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas), dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional yang memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Menghadapi tantangan ini diperlukan konsep pendidikan yang memihak masyarakat, bukan pendidikan dengan berbagai “label” yang nota bene “hight cost”. Diane Ravich, seorang professor sejarah pendidikan dari New York University, menegaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya prestasi akademik siswa adalah “kemiskinan”(Kompas 26/01/2012).  Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila siswa dari kalangan mampu secara ekonomi mendominasi sekolah-sekaolah berlabel RSBI/SBI.  Bagaimana nasib siswa dari kalangan ekonomi menegah kebawah (miskin)? Secara empiris, anggapan “orang miskin dilarang sekolah” begitu melekat di tengah masyarakat, karena rendahnya kesempatan memperoleh pendidikan bermutu bagi masyarakat golongan ekonomi lemah. Hal ini sangat kontradiktif dengan jargon pemerintah  “pendidikan gratis“. 
Pada masa lalu, “label” sekolah hanya dibedakan dengan sekolah Negeri dan Sekolah Swasta dengan tambahan status akreditasi. Sekarang bermunculan sekolah dengan “label” SBI, RSBI, SSN, RSSN atau memberi label dirinya sendiri dengan sekolah Terpadu, Immersion, IT, Bilingual, Fullday school, dll.
Tanggapan menteri pendidikan dan kebudayaan M.Nuh terhadap uji materi Pasal 50 Ayat (3) UU No.20 Tahun 2003 terkait Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang diajukan oleh Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan perlu dicermati.  Ia menyatakan bahwa RSBI merupakan wadah atau layanan khusus bagi anak-anak pintar.  Selanjutnya, “Jika semua anak-anak pintar harus bersekolah di sekolah yang regular, dikhawatirkan tidak ada kesempatan untuk berkembang” kata Mendikbud (Kompas, 30/12/2011). 
Setiap anak memang memiliki minat, bakat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Anak-anak dengan kemampuan yang kurang, apabila mereka berada di lingkungan belajar yang lebih kondusif dengan guru-guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi dan berbagai sarana/pra saranan yang diidealkan bagi RSBI/SBI, maka peluang untuk mencapai potensi tertinggi yang dimiliki anak tersebut lebih besar.  Sangat disayangkan, jika anak-anak dengan kemampuan akademik kurang tereliminasi oleh peraturan-peraturan yang sebenarnya bertentangan dengan hak  Warga Negara untuk memperoleh pendidikan bermutu.
Persyaratan-persyaratan khusus dalam penerimaan siswa RSBI/SBI yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat (1) Permendiknas No. 78 Tahun 2008 berlawanan dengan semangat Pasal 5 Ayat (1) UU No. 20/2003. Yang berbunyi, “Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Selanjutnya Pasal 11 Ayat (1) menegaskan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi”.
Kenyataannya, ketidakadilan ini tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah negeri dengan “label” RSBI/SBI yang telah memenuhi 8 standar nasional pendididkan, tetapi juga di sekolah-sekolah yang berada pada level di bawah RSBI/SBI berdasarkan  kategorisasi Sekolah Standar Nasional (SSN).  Nilai UN misalnya digunakan sebagai dasar seleksi dari SD ke SMP/sederajat dan dari SMP ke SMA sebagaimana tercantum pada Pasal 68 PP No. 16 Tahun 2005. Siswa dengan nilai UN lebih tinggi berpeluang lebih besar untuk diterima di sekolah-sekolah yang termasuk dalam kategori sekolah standar nasional (SSN). Siswa yang memeliki nilai UN lebih rendah harus menerima kenyataan bersekolah di sekolah-sekolah dengan mutu lebih rendah.  Sementara itu, di sisi lain Ujian Nasional (UN) itu sendiri sampai sekarang masih menjadi kebijakan yang “kontrovesial”.
Kepala Dinas Pendidikan DKI, Taufik Yudi Mulyanto menegaskan “RSBI/SBI harus menyediakan kuota 20% buat pelajar miskin” (Media Indonesia, 17/02/2012).  Sebelumnya Mendikbud, M.Nuh juga menghimbau agar RSBI seluruh Indonesia mengalokasikan kuota 20% bagi pelajar miskin.
Kebijakan yang harus dilakukan pemerintah menurut  penulis adalah menyelenggarakan sekolah dengan berbagai “label” seperti ini dengan dana murni berasal dari masyarakat, seperti diamanatkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”(UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 9).  Dengan kata lain, masyarakat yang mampu dari segi ekonomi, dapat menyelenggarakan pendidikan secara mandiri tanpa subsidi  dari pemerintah.  Kemudian bagi warga golongan menengah kebawah, pemerintah harus meningkatkan kuota pemberian beasiswa penuh (tidak di pungut biaya apapun) sampai 50% mengingat kuota 20% belum dapat menampung jumlah siswa miskin yang ada.
Agar pemberian kuota 50% untuk siswa miskin berjalan efektif,  pihak sekolah RSBI/SBI harus aktif mensosialisasikan penerapan beasiswa penuh tersebut dan aktif menjemput bola dengan mencari siswa-siswa berprestasi dari kalangan masyarakat miskin.  Kalau tidak, siswa dari kalangan tidak mampu tidak mungkin mau mendaftar.  Alasannya, mereka akan merasa minder karena harus bersaing dengan anak-anak orang kaya (Kompas.com). Mereka juga berpikir beasiswa yang diberikan tidak penuh (masih di pungut biaya masuk, seperti yang terjadi saat ini), sehingga mereka tidak mampu membayar.  Dengan demikian orang miskin dapat bersekolah di sekolah yang ber “label” dan bermutu.  Sehingga   anggapan “orang miskin dilarang sekolah”  dapat hilang dengan sendirinya, SEMOGA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar